Metamorfosa

Metamorfosa


Metamorfosa kehidupan merajai peradaban

Di atas jagat raya sejagat hati manusia.

Tidak berkala tanpa jarak di antara.

Inilah kematian yang tak mati

Dan hidup yang segera mati,

Akan terus menggelenjar mengejar nafas nadi.

Sedang hakikat keyakinan

Adalah kematian berkah penuh restu alam.

Benarkah?

Tanyapun lahir selayak reinkarnasi.

Rayapi kegagapan kata-kata

Terangkai berantai tirai tirani

Menjadi segumpal intuisi

Di atas fondasi hati bermagis, sungguh tragis.

Sementara, disana sini, dimana-mana

Daun-daun gugur atas kegersangan bumi,

Dimana kobaran koarnya

Tanggalkan pelepah langit

Seiring tiang-tiang alam yang tumbang pula,

Tiba-tiba riuh,

Jeritan dan tangisan tak dapat di bedakan


Yogyakarta, 2008


Perantau Abad XXI


Manusia telah bosan gumuli habitatnya

Memilih terasing tanpa apa dan siapa

Memikul sekarung resah

Jika itu

Perempuan pejalan malam

Mungkin sedang mengandung duka

Atas perselingkuhan kelam penuh rahasia

Begitu­_aku tiada berbeda

Sebut sebatangkara (hutan) rimba

Diantara mereka dan kalian

Yang kapan saja geram

Dan menginjak-injak tubuhku


Yogyakarta, 2008


Sajak Kursi


Hutan tak lagi rimba

Pohon-pohon tumbang berdarah

Banjiri belantara


Hutan tak lagi berkawan

Hewan-hewan tinggal tulang

Dalam rumah kaca


Siapa dalang jadi gerangan

Bila batang kayu

Terpenggal jadi kursi,

Kertas-kertas kosong

Para ratu dan tirani


Hutan tak lagi rimba

Kursi-kursi jadi parang

Yang ditahtakan

Berakhir arang


Hutan tak lagi berkawan

Di atas kursi dan kertas kosong

Idiologi jadi pesakitan


Sementara jagat raya

Masih sariawan


Yogyakatara, 2008


Mitos Posmo


Konon,

Di bibir pantai pulau sumatra

Batu jelmaan anak adam disakralkan

Usai badai taufan

Robek layar daun khuldi

Hilang ibu

Sirna permaisuri


Yogyakarta, 2008



Kyboard


Entah aku sedang ingin menulis apa?

Alurnya tak jelas

Tapi jariku tak dapat aku hentikan

Hati juga kian bergejolak

Dan mata ini terus memuntahkan

Kata-kata yang tak aku pahami

Pikiran jauh dari daun-daun dan bebunga

Yang bersemi di beranda

Khayalpun tak tentu tujuan

Menembus ruang-ruang kosong


Terakhir

Pening

Dan tak berakhir

Entah sampai kapan


Yogyakarta, 2008


Headset Atau Loudspeker


Asap rokok menyongsong cahaya kristal

Menyusup kening usai dering telepon kumatikan

Sejenak sepi laksana batu tak berdaya


Tapi

Masih terdengar gemuruh

Berdenting di dinding kupingmu

Nadanya, sepoi-sepoi nafasmu yang tanggal

Dan, tiba-tiba, ada kata-kata mengucur

Membenuk aliran sungai

Yang merindukan muara


Sukma bergeliat melepas raga

Tubuh roboh saat suaramu kian sendu


Rambutku terendam di muara

Mengikuti riak alur alirmu


Yogyakarta 04 Nopember 2008